Cacing tanah merupakan
salah satu makhluk hidup penghuni tanah yang memberikan banyak manfaat bagi
tatanan kehidupan manusia. Multimanfaat yang dimiliki cacing tanah antara lain
adalah dapat menyuburkan tanah pertanian, meningkatkan daya serap air
permukaan, memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah, menguraikan limbah
organik, dan bahan makanan bagi ikan hias maupun unggas.
Dengan banyaknya
manfaat yang diberikan oleh cacing tanah maka pada saat ini cacing tanah telah
di komersialkan dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Cacing tanah yang
banyak manfaatnya ini bahkan tidak memerlukan perlakuan ekstra dalam
kehidupannya sehingga dapat sangat mudah untuk dibudidayakan baik di lahan yang
sempit sekalipun.
Cacing
tanah di Indonesia dikenal dengan sebutan
cacing merah atau cacing
lumbricus (Palungkun, 2008).Sebelum membahas lebih dalam
sejarah tentang cacing tanah berikut merupakan klasifikasi dari cacing tanah :
Kingdom :
Animalia
Sub Kingdom :
Metazoa
Filum :
Annelida
Kelas :
Oligochaeta
Ordo :
Haplotaxida
Sub Ordo :
Lumbricina
Famili :
Lumbricidae
Genus :
Lumbricus
Spesies :
Lumbricus sp(:
Lumbricus sp. (L. terretris
dan L. Rubellus)
(Palungkum,
2008)
Secara alamiah, morfologi dan anatomi cacing tanah berevolusi
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Arlen (1994) menjelaskan bahwa cacing
tanah yang ditemukan hidup di tumpukan sampah dan tanah sekitarnya mempunyai
ukuran panjang sangat bervariasi, yaitu berkisar antara beberapa milimeter
sampai 15 cm atau lebih
Gambar
morfologi cacing tanah dapat dilihat di bawah ini :
Gambar 1.
Morfologi cacing tanah
Tubuh cacing tanah dapat dideskripsikan menjadi lima bagian yang terdiri atas bagian depan (anterior), bagian tengah, bagian
belakang (posterior), bagian punggung
(dorsal), dan bagian bawah atau perut
(ventral).
Bentuk tubuh cacing tanah
umumnya silindris memanjang, mulut terdapat pada segmen yang pertama, sedangkan anus
pada segmen yang terakhir. Mulut dan anus cacing tanah tidak merupakan segmen tubuh, melainkan bagian dari
tubuh tersendiri. Pada cacing tanah dewasa terdapat alat untuk menyiapkan
proses perkembangbiakan yang disebut “klitelum“. Klitelum merupakan bagaian
tubuh cacing tanah yang menebal yang terletak di antara anterior dan posterio.
Cacing tanah
telah mempunyai
saluran pencernaan makanan yang lengkap dan sistem peredaran darah yang sudah
menggunakan pembuluh-pembuluh darah. Saluran pencernaan makanan terdiri atas :
mulut pada segmen pertama, pharynx, kerongkongan, crop yang merupakan pelebaran
dari kerongkongan, perut otot, usus, dan anus pada segmen yang terakhir.
Secara sistematik, cacing tanah bertubuh tanpa kerangka yang tersusun
oleh segmen-segmen fraksi luar dan fraksi dalam yang saling berhubungan secara
integral, diselaputi oleh epidermis berupa kutikula (kulit kaku) berpigmen
tipis dan seta, kecuali pada dua segmen pertama (bagian mulut), bersifat
hemaphrodit(berkelamin ganda) dengan peranti kelamin seadanya pada
segmen-segmen tertentu. Apabila dewasa, bagian epidermis pada posisi tertentu
akan membengkak membentuk klitelium (tabung peranakan atau rahim), tempat
mengeluarkan kokon (selubung bulat) berisi telur dan ova (bakal telur). Setelah
kawin (kopulasi), telur akan berkembang di dalamnya dan apabila menetas
langsung serupa cacing
dewasa.
Tubuh dibedakan atas bagian anterior dan
posterior. Pada bagian anteriornya terdapat mulut, prostomium dan beberapa
segmen yang agak menebal membentuk klitelium (Edwards dan Lofty, 1977).
Tubuh cacing tanah bersegmen-segmen
dimana pada setiap segmen (sumite)
terdapat rambut pendek dan keras yang disebut “seta“ (setae). Seta berfungsi sebagai pencengkeram atau pelekat yang kuat
pada tempat cacing tanah itu berada. Pada bagian bawah (ventral) terdapat
pori-pori yang letaknya tersusun atas setiap segmen dan berhubungan dengan alat
ekskresi (nephredia) yang ada dalam
tubuh. Nephredia ini mengeluarkan zat-zat sisa yang telah berkumpul di dalam
rongga tubuh (rongga selomik) berupa cairan. Fungsi pori-pori adalah untuk menjaga
kelembapan kulit cacing tanah agar selalu basah karena cacing bernapas melalui
kulit yang basah tersebut.
Semua gerakan atau aktivitas cacing tanah diatur oleh
susunan saraf yang terdiri atas : simpul saraf bagian depan dan bagian perut
serta serabut-serabutnya. Cacing tanah bereaksi negatif terhadap sinar atau
menghindari sinar. Cacing tanah tidak tahan terhadap sinar ultraviolet
dan bila terkena sinar
ultraviolet selama satu menit saja dapat langsung mematikan cacing tersebut.
Cacing tanah bersifat
”hermaphrodite“, artinya pada setiap ekor cacing tanah terdapat alat kelamin
jantan dan alat kelamin berina. Meski bersifat hermaphrodite, untuk
menghasilkan kokon yang berisi telur-telur atau anak-anak, cacing harus hidup
berpasangan. Cacing tanah tidak dapat melakukan perkawinan sendiri. Alat
kelamin jantan dan betina biasanya terletak pada bagian tubuh antara segmen
ke-9 smapai segmen ke-15. Ciri cacing tanah dewasa atau yang siap melakukan
perkawinan adalah terbentuknya klitelum. Klitelum ini biasanya muncul pada
cacing tanah yang telah berumur lebih dari 2,5 bulan.
Di habitat alami, cacing tanah hidup dan berkembang
biak dalam tanah. Populasi cacing tanah sangat erat hubungannya dengan keadaan
lingkungan dimana cacing tanah itu berada. Lingkungan yang dimaksud disini
adalah kondisi-kondisifisik, kimia, biotik dan makanan yang secara bersamasama
dapatmempengaruhi populasi cacing tanah. Faktor-faktor ekologis yang
memengaruhi cacing tanah meliputi: (a) keasaman (pH), (b) kelengasan, (c)
temperatur, (d) aerasi dan CO2, (e) bahan organik, (f) jenis, dan (g) suplai
nutrisi
a.
Suhu
(Temperatur)
Temperatur merupakan
faktor penting terhadap
produktivitas cacing tanah;
kemudian proses biologis seperti
pernapasan, perkembangbiakan dan
metabolisme sangat dipengaruhi
oleh suhu media.Suhu terbaik untuk cacing tanah adalah
pada kisaran 20°C-25°C, suhu yang terlalu tinggi cacing tanah akan
berhenti makan
untuk mengurangi pengeluaran
air tubuh .
b.
Kelembapan (rH)
Kelembapan
yang ideal untuk cacing tanah adalah antara 15%-50%, namun kelembapan
optimumnya pada rH 42%-60%.
c.
Keasaman
Tanah (pH)
Keasaman
tanah (pH) yang ideal untuk cacing tanah adalah pH 6-7,2.PH adalah faktor
pembatas bagi kehidupan dan jenis cacing untuk hidupnya.
d.
Ketersediaan
Bahan Organik
Bahan
organik tanah dapat berupa kotoran ternak, serasah atau daun-daun yang gugur
dan melapuk, dan tanaman atau hewan yang mati.
e.
Kandungan
O2
Oksigen
merupakan hal yang sangat fital bagi mahluk hidup, cacing memerlukan oksigen
yang cukup untuk hidup didalam tanah
f.
Suplay
nutrisi
Ketersediaan
bahan organik merupakan pakan utama bagi cacing yang berupa resah atau dedaunan
ditanah juga bahan organik lain.
Kelimpahan cacing tanah dipengaruhi oleh bahan organik,dengan
meningkatnya bahan organik
maka meningkat pula
populasi cacing tanah
(Minnich, 1977)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar